Akmal tak asal omong. Urolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sudah membuktikannya dengan studi terhadap 60 pasien, September tahun lalu. Datanya diperoleh dari para urolog atau dokter yang berpraktek di rumah sakit atau klinik, serta pengakuan pasien yang membeli obat gangguan seks di pasar gelap. Mereka biasanya sudah mengonsumsi Viagra minimal tiga bulan. Kala itu, saingan Viagra seperti Cialis dan Levitra belum boleh diberikan pada pasien. Sebanyak 35% pasien berusia 50-59 tahun, 20% berumur 30-39 tahun, dan 25% berusia 40-49 tahun. Semuanya sudah menikah.
Setelah dikumpulkan, Akmal mendapatkan hasil mengejutkan. Sebanyak 40% penderita disfungsi ereksi itu mencoba menenggak jamu dan makanan tambahan penambah gairah, sebelum memutuskan berkonsultasi ke dokter. "Mereka meminum suplemen yang katanya bisa meningkatkan ereksi," katanya pada "Lokakarya Disfungsi Ereksi" di Bogor, akhir bulan silam. Sebanyak 25% memilih pengobatan alternatif. Sisanya berkonsultasi pada teman, berolahraga, dipijat, dan menggunakan alat bantu seksual. Setelah semua langkah itu gagal, ada sejumlah pasien yang malah diam saja.
Mereka melakukan pengobatan itu karena ingin hubungan perkawinannya tetap langgeng. Itu diakui oleh 38% penderita. Sisanya hanya ingin menunjukkan kepada pasangannya bahwa ia tetap laki-laki perkasa, dan menganggap seks bagian penting kehidupan. Akmal menyesalkan, mengapa mereka memilih jalan yang salah. Seharusnya mereka langsung berobat ke dokter.
Sumber
Tahukah Kamu?
Buaya tidak bisa menjulurkan lidah.