Senin, 25 Juni 2012

Lord of the Rings Menyamai Rekor Ben Hur dan Titanic Meraih Piala Oscar

Lord of the Rings Menyamai Rekor Ben Hur dan Titanic Meraih Piala Oscar - Peter Jackson tak akan mungkin melupakan malam penganugerahan Oscar tahun ini. Pada perhelatan di Kodak Theater Los Angeles, Ahad lalu itu, ia bolak-balik ke panggung menerima penghargaan untuk garapannya, Lord of the Rings: The Return of the King. "Anda benar-benar memberi kami malam yang luar biasa," kata Jackson di salah satu pidatonya.

Malam itu, Lord of the Rings: The Return of the King mencatat rekor, memenangkan 11 Oscar, termasuk untuk kategori sutradara dan film terbaik (selengkapnya lihat: Pemenang Oscar 2004). Dengan 11 penghargaan itu, The Return of the King menyamai prestasi Ben Hur (1959) dan Titanic (1997), dua film yang tercatat paling banyak memperoleh Oscar sepanjang sejarah.

The Return of the King, bagian akhir trilogi Lord of the Rings, sejauh ini memang terbukti lebih laku dibandingkan dengan dua prekuelnya. Perolehan keuntungan The Return of the King di seluruh dunia melampaui US$ 1 milyar. Catatan --yang masih sementara-- itu menempatkan The Return of the King sebagai film terlaris kedua sepanjang masa setelah Titanic.

Tapi kemenangan The Return of the King dan Peter Jackson menyebabkan penganugerahan Oscar kehilangan salah satu cirinya: kejutan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, nyaris tak ada kejutan dalam penganugerahan Oscar tahun ini. The Return of the King, misalnya, dinominasikan di 11 kategori, dan memenangkan seluruhnya.

Kemenangan The Return of the King memang sudah diduga. Pasalnya, dua tahun sebelumnya, prekuel film ini, Lord of the Rings: Fellowship of the Ring dan Lord of the Rings: The Two Towers, berturut-turut gagal memperoleh penghargaan utama meski memborong nominasi. Penghargaan Oscar punya "tradisi" untuk memenangkan unggulan lama.

Pada 2001, misalnya, Russell Crowe dianugerahi Oscar sebagai aktor terbaik dalam Gladiator. Banyak kalangan menilai penghargaan itu merupakan "hiburan", karena Crowe seharusnya memperoleh penghargaan itu setahun sebelumnya ketika dinominasikan sebagai aktor terbaik untuk The Insider. Akting Crowe di Gladiator, harus diakui, tak sekeren yang di The Insider.

Kali ini, sebagian pengamat juga melihat kualitas The Return of the King tak lebih baik dibandingkan dengan dua prekuelnya. Tapi apa pun, di Kodak Theater, Ahad malam itu, Peter Jackson dan The Return of The King seolah tak memberi ruang bernapas bagi film lain. Namun dalam kategori akting, bintang malam itu bukanlah Peter Jackson atau The Return of the King.

Bagi mereka yang memandang film sebagai pameran kemampuan akting, bintang malam itu adalah Sean Penn dan Charlize Theron. Sean Penn meraih penghargaan aktor terbaik untuk peran sebagai ayah yang bertekad membalas dendam atas kematian putrinya, dalam Mystic River. Sementara Charlize Theron merebut gelar aktris terbaik untuk perannya di film Monster.

Kemenangan keduanya juga bukan kejutan. Sejak awal, Penn dan Theron diunggulkan. Apalagi, lewat peran masing-masing, keduanya sudah menyabet penghargaan Golden Globe yang bergengsi. Tapi penghargaan yang diperoleh Sean Penn dan Charlize Theron layak dicatat, karena sama-sama merupakan kemenangan aktor dan aktris "pinggiran".

Charlize Theron bisa disebut aktris pinggiran karena sebelum berperan dalam Monster, ia tak pernah dilirik sebagai aktris serius. Kecantikan memang membuatnya populer.

Tapi sejak ia terjun ke dunia film, peran yang diperolehnya cuma "mengandalkan" pesona ragawi.

Theron, misalnya, pernah dianugerahi Razzie Award untuk perannya dalam Sweet November. Razzie Award adalah penghargaan pelesetan Piala Oscar, yang diberikan kepada aktor-aktris dengan akting terburuk setiap tahun. Tapi dengan Monster, semua berubah.

Dalam Monster, Theron berperan sebagai tokoh nyata Aileen Wuornos, pembunuh berantai wanita pertama yang dihukum mati di Amerika Serikat. Berperan sebagai Wuornos yang penuh kemarahan dan labil, Theron memperoleh pujian luar biasa dari para kritikus.

Dalam Monster, alih-alih tampak cantik, Theron harus rela tampil gemuk dan mengenakan rias sangat tebal, yang membuat wajahnya hampir tak bisa dikenali. Wajah boleh tak dikenali, tapi akting Theron justru berkilau. Lewat Monster, ia juga merebut penghargaan Screen Actors Guild, serta aktris terbaik Festival Film Berlin.

Yang luar biasa, semua itu dicapai Theron hanya dalam delapan tahun karier aktingnya. Sebelumnya, Charlize Theron --yang lahir 7 Agustus 1975 dan tumbuh besar di sebuah lahan pertanian di luar kota Benoni, Afrika Selatan-- adalah penari balet dan model. Ketika baru datang dari Afrika Selatan, ia memperoleh pekerjaan di Jeoffrey Ballet Company, New York.

Cedera lutut membuat Charlize Theron harus melupakan mimpinya menjadi penari balet. Ia pun pergi ke Los Angeles. Ketika luntang-lantung tanpa tempat tinggal di kota Hollywood itu, seorang pemandu bakat melihatnya tengah antre di sebuah bank. Delapan bulan kemudian, Theron pun muncul di film komedi Two Days in the Valley (1996).

Boleh jadi, kemampuan akting Theron merupakan buah pergulatan kentalnya dengan masa lalu. Maklumlah, masa awal kehidupan Theron tidak menyenangkan. Ia menjadi saksi ketika ibunya menembak mati sang ayah untuk membela diri. Ketika itu, sang ayah yang mabuk tengah mengancam akan membunuh Charlize Theron dan ibunya.

Sebagaimana Charlize Theron, Sean Penn juga pernah memperoleh Razzie Award untuk perannya dalam Sanghai Surprise (1986), film yang dibintanginya bersama istrinya ketika itu, Madonna. Tapi berbeda dengan Theron, kemampuan akting Penn tak pernah diragukan. Maklum, sang ayah, Leo Penn, adalah sutradara. Sementara Eileen Ryan, ibunya, seorang aktris.

Ketika berperan sebagai peselancar dalam film pertamanya, Fast Times at Ridgemount High (1982), Sean Penn diramalkan bakal sukses di dunia akting. Yang membuat ia "terpinggirkan" adalah sifat badungnya. Ketika muda, ia sulit diatur --Sean Penn, misalnya, pernah ngamuk menembaki helikopter pers yang meliput pernikahannya dengan Madonna.

Setelah bercerai dari Madonna pada 1989, Penn sempat masuk penjara selama 32 hari, akhir 1989, karena menyerang seorang fotografer. Lepas dari Madonna dan menikahi aktris Robin Wright, kemampuan akting Penn meningkat pesat. Tapi "kebadungannya" memperoleh bentuk berbeda. Ia, misalnya, dikenal sebagai bintang yang paling tak suka menghadiri pesta.

Bentuk lain semangat perlawanan Penn terlihat pada sikap politiknya. Ia artis Hollywood yang paling vokal menentang perang Irak. Aktor yang juga sutradara penerima berbagai penghargaan itu, misalnya, rela membayar US$ 56.000 untuk memasang iklan antiperang satu halaman di Washington Post. Bahkan, beberapa saat sebelum Bush menyerang Irak, Penn nekat mengunjungi negeri itu dan menuliskan laporan 10.000 kata di San Francisco Chronicle.

Banyak kalangan tak menyukai sikap politik Sean Penn. Tapi dengan tiga nominasinya sebagai aktor terbaik Oscar --untuk penampilannya dalam Dead Man Walking (1995), Sweet and Lowdown (1999), dan I Am Sam (2001)-- serta penampilan memikat dalam dua film istimewa tahun ini, Mystic River dan 21 Gram, tak bisa tidak, Piala Oscar memang harus diserahkan kepada Sean Penn.

Sumber

Tahukah Kamu?
Ikan mas yang bunting disebut ‘twit’.
Itulah berita untuk 'Lord of the Rings Menyamai Rekor Ben Hur dan Titanic Meraih Piala Oscar', semoga bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi buat kamu.