Setelah memutar otak dan memeras fikiran, akhirnya Parmin memutuskan untuk meniti karir sebagai wiraswastawan, penjual nasi goreng keliling. Awalnya ia tidak terlalu yakin dengan profesi barunya itu, tetapi Bunda Tukiyem, ibu semata wayangnya itu terus memompa motivasi Parmin hingga melambung tinggi melebihi ramalan seorang analis pasar modal.
“Yakusa Parmin, Yakusa…!!”
“Haaahhhh?!!! Yakusa ??!! Siapa yang mau jadi gengster Jepang bertato Bunda?”
“Oalah Parmin Parmiiin.. Siapa yang menyuruh kamu jadi genster? Wong motor butut saja kita tidak punya??!”
“Saya mau usaha yang lurus-lurus saja Bunda, berjualan nasgor dijalan-jalan Kota yang lurus-lurus dan mulus-mulus juga”
“Hohoho.. Siapa yang menyuruh kamu usaha dijalan dan dengan cara yang menyimpang, Parmiiiin ??”
“Lha.. Barusan itu apa??! Bunda menyuruh saya jadi Yakusa kan??”
“Hehehe.. Kamu salah dengar Parmin..?”
“Tidak Bunda…?!”
“Kupingmu soak Parmin?! Hehehe”
“Enak aja Bunda ngatain Kuping Parmin soak!”
“Lha, opo namanya kalau tidak soak?! Wong saya tidak ada nyuruh kamu jadi gengster, ko’ malah berhasulisani..!”
“Halusinasi!!”
“Ya, ya, berhalusinasi jadi gengster?!, Parmin Parmiiin……”
“Oalaah.. Bunda.. Bunda.., Yakusa itukan gengster Jepang?? Saya tidak mau jadi Yakusa Bunda!”
“Loh?!”
” Tidak nemnenuhi syarat!, Bunda kan tau kalau punggung saya sudah penuh dengan tato bekas cacar air?!! Tidak ada tempat lagi untuk membuat gambar tato!”
“Apa hubungannya Parmin??!”
“Mau ditulis dimana lagi tatonya kalau saya mau jadi Yakusa, Bunda??!”
“Hahahaha.. Parmin.. Parmin.., maksudnya, Yakusa! Bukan Yakuza!! Yakusa = Yakin Usaha Sampai!!, Ya=Yakin, U=Usaha, Sa=Sampai..!”
“Hahhhh???!!! Hahahaahah…”
“Usaha Nasi Goreng kelilingmu itu lho.., Yakusa! Yakin Usaha Sampai “
“Glegkzz.. Oalah Bundaa.. Bunda.. Ada ada saja bikin singkatan.. Hahahahahahahaah”
“Hahahaha.. dasar bocah kurang gaul!!”
“Hahahahaa..Ddasar orang tua kegaulan!! Hahahahaha”
“Hahahahahaha…hahahahahah”
Suara tawa dan canda Anak dan Ibu itu seperti petir disiang bolong, mengagetkan tetangga mereka yang sedang asyik menonton “masih dunia lain”.
Malam itu, menjadi malam terindah bagi Parmin, lepas dari penjara galau yang selama ini telah mengurungnya.
Masih tampak sisa-sisa senyun bahagia ketika sinar matahari menerobos masuk dari ventilasi jendela kamar menyoroti sepasang bibir Parmin, persis seperti duo Maia yang disinari lampu sorot di atas panggung. Hari inipun, Parmin kesiangan lagi! Padahal ia harus menyiapkan peralatan dan bahan-bahan dagangannya untuk malam nanti.. Jam menunjukkan pukul dua belas siang..
Gedubrak!!! Parmin setengah sadar meraih, atau lebih tepatnya menabrak gerobak jualan nasgor pesananya yang baru datang tadi pagi. Tidak baru, tapi seconhand, bekas miliknya seorang pedagang nasgor yang sudah mengakhiri karirnya karena berganti menjadi pedagang nasi uduk.
Sial!! Kenapa aku tampak gugup sekali!? Gumam Parmin dalam hati.
“Nasgor! Tek tek tek… Nasgor.. Tek tek tek…” Teriakan suara Parmin menawarkan dagangan nasgornya terdengar sampai ke ujung gang. Tetapi belum satu orangpun yang membelinya.
Mungkin orang-orang di sini baru selesai hajatan, sehingga masih pada kenyang semua. Tak henti-hentinya Parmin bergumam campur gerutu.. Ia duduk terdiam di sebuah kursi taman sambil memajang gerobak nasgornya. Tepat dibawah papan bertuliskan, “pedagang Nasi Goreng dilarang keras berjualan di taman ini”. Tiba-tiba, dari arah selatan, terdengar suara gemuruh.. seperti bunyi kereta api, eh.. Lebih tepatnya gunung meletus..
“Tramtiiiiib… Tramtib.. Kabuuur….” Demikian lamat lamat suara teriakan itu terdengar Parmin, bercampur dengan suara gedubrak grobak yang didorong melaju kencang sambil berlari..
“Astaga!!!, ada apa itu!?” Parmin masih terbius tanda tanya besar..
“Mas lari mas.. Kabuur.. Ada tramtib.. Satpol PP mengamuk! Nanti gerobakmu bisa diangkut.. Kita berjualan di tempat terlarang!! Ayo kaboor Maaassss” Demikian teriakan salah satu pelarian pedagang itu..
Ternyata malam ini ada penertiban pedagang nasi goreng. Sejak sebulan lalu, Walikota memang membuat kebijakan tangan besi, melarang pedagang nasi goreng berjualan di taman kota. Sejak ada pedagang nasi goreng berjualan di taman kota, omset bisnis nasi uduknya bu Walikota memang merosot tajam. Belum habis fikiran Parmin bertanya, tangan-tangan kekar telah mengangkut grobak nasgor nya ke atas truk sampah pemerintah kota.
“Pak..pak.. Grobak saya mau dibawa kemana??!”
“Anda telah berjualan ditempat terlarang”
“Tidak bisa begitu Pak!! Bapak tidak bisa seenaknya ambil gerobak saya!! Itu namanya kesewenang-wenangan Pak!!” Panik, prustasi dan kepepet, Parmin memberanikan diri untuk mendebat.
“Anda jangan banyak pertanyaan!! Tempat ini segera akan disterilkan, karena besok bapak walikota akan menggelar acara temu kangen nasional ditaman ini!”
“Tapi sayakan warga negara, memiliki hak yang sama dengan Walikota?!”
“Ya, Anda memang seorang warga negara, tetapi warga negara kelas tiga, sehingga haknya juga berbeda dengan Walikota!!”
“Lalu, apa hak saya yang dilindung undang-undang?!”
“Maka, sebaiknya diam dan ikuti saja perintah kami, sekarang Anda ikut kami untuk menjalani interogasi!!”
“Tidak!! Saya tidak akan tunduk pada penguasa yang menindas seperti bapak Walikota kamu itu! Eh, bapak Walikota saya juga dink!!”
Bllluuuuzzzzzz… Parmin kabur secepat kilat, menghindari penangkapannya. Komandan Satpol PP bahkan nyaris tidak menyadari kalau bayangan Parmin sudah lenyap dari hadapannya.
gedubraaaakkkkk!! Langkah kaki Parmin baru terhenti ketika tubuhnya yang kurus itu menabrak sebuah gerobak nasi goreng dikegelapan.
“Siapa kamu?!! Satpol PP kah?? Hajaaaar!!”
“Hajaar! Hajaaar!!!”
“Hantam!!”
“Sabar-sabar.. Saya bukan satpol PP!! Saya Parmin, pedagang Nasgor!!”
“Ohh?!! Kamu toch..” Syukurlah! Lelaki yang sempat mengajak Parmin kabur beberapa waktu yang lalu masih mengenali Parmin!
“Ini tidak benar!! Ini sudah keterlaluan! Pengasa otoriter!! Penugasa despotik, necropilis, penindas!!” Parmin meracau melampiaskan kemarahannya..
“Lalu?! Memangnya apa yang bisa kamu lakukan kawan??” Sergah salah seorang pedagang nasgor di bawah gerumbul pohon bambu dalam temaram cahaya bulan.
“Ya?! Kamu bisa apa rupanya” sergah pedagang nasgor lainnya.
“Betul, siapa sih kamu berani menghardik walikota?! Kamu kan pedagang kemarin sore?!”
“Tepatnya pedagang nasgor kemarin sore” koreksi Parmin sebelum melanjutkan perkataanya.
“Tenang-tenang! Tenang kawan-kawan… Kita harus bersatu! Kita harus membentuk wadah! Kita tidak boleh membiarkan perlakuan seperti ini!” Parmin kembali berorasi. Para pedagang nasi goreng gerobak yang awalnya sembunyi, satu-persatu menampakkan diri dari balik semak-semak, satu, lima, sepuluh.. dan. Diluar dugaan Parmin, jumlah mereka ternyata banyak sekali! Semuanya kini terkesima mendengarkan orasi dan agitasi Parmin untuk berjuang dan memperjuangkan hak-hak para pedagang nasgor!
“Baiklah, kita sepakat membentuk wadah itu! Lalu?! Dengan cara apa kita harus memperjuangkan hak-hak kita sebagai pedagang nasgor?!” Lelaki tinggi tegap, sepertinya ia yang dituakan oleh kelompok pedagang nasgor tersebut, mulai angkat bicara.
“Kita harus melawan!! Dengan wadah Partai yang kita bentuk malam ini, kita harus melakukan perlawanan politik terhadap kebijakan Walikota yang otoriter dan tidak berprikerakyatan itu!” Parmin masih berusaha membakar semangat patriotisme mereka sebagai pedagang nasgor. Sekita arena semak belukar dipinggir kota itu menjadi tempat kongres pertama berdirinya Partai Nasgor!
“Ya!?! Sekarang kita sudah sepakat membentuk wadah, walau demikian dengan cara apa dan bagaimana kita harus melawan??”
“Kita harus menghadap bapak Walikota!!”
“Menghadap Walikota?! Mana mungkin dia mau menerima? Kita?!”
“Apakah kalian sudah pernah mencobanya?!”
“Belum pernah!”
“Nah, besok kita akan coba! Tetapi kita harus bersatu dan jangan jalan sendiri-sendiri!”
“Hahhh??! Besok?!” Serentak para pedagang nasgor itu terbengong dalam tanyanya dan bertanya dalam kebengongannya..
“Ya, besok!”
“Hmn.. Dimana?”
“Di taman?!”
“Ditaman mana?!”
“Di taman kota”
“Bagaimana bisa?!”
“Bisa”
“Bagaimana caranya”
“Jangan mengulang pertanyaan, yang penting besok siapa yang mau ikut saya bertemu Walikota di taman kota?!”
“Saya ikut!!”
“Ikut!!”
“Gabung!!”
“Hadir!!”
“Ikut gabung!!l
Akhirnya semua memnutuskan bergabung dengan Parmin untuk ikut menemui Walikota, dengan agenda protes dan menuntut hak berjualan nasgor di taman kota.
Parmin benar-benar bangga bisa mempersatukan para pedagang nasgor di kotanya. Tidak hanya itu, ia bahkan berhasil membentuk wadah persatuannya, bernama Partai Nasgor!
Hari ini ia memilih stelan kemeja dan celana hitam. Agenda memimpin massa untuk menemui Walikota di Taman sudah bulat sempurna! Parmin akan memimpin sendiri misi itu!
“Bapak Walikota! Kami protes!! Kami protes dengan Bapak!! Kenapa Bapak gunakan kekuasaan untuk menggusur kami!!” Ditengah-tengah pidato pembukaan acara temu kangen yang sedang disampaikan Bapak Walikota, Parmin melakukan interupsi.
“Ya!! Kami protesssss!! Para pedagang nasgor lainnya, dengan suara bulat, koor, ikut berteriak!
“Ada apa ini??” Siapa kalian?!!
“Kami rakyat jelata yang Bapak tindas!!”
“Rakyat jelata? Saya tidak ada urusan dengan rakyat jelata! Saya hanya mengundang partai-partai pendukung saya untuk pesta temu kangen di taman ini!!”
“Jadi, bapak hanya menerima utusan partai politik?!”
“Ya!”
“Baiklah! Saat ini juga Kami umumkan bahwa kami dari partai!!” Kawan-kawan parmin hanya bisa terheran-heran. Diam-diam mereka mulai semakin mengagumi keberanian dan kecerdikan Parmin.
“Kalian dari partai apa? Kantornya mana!? Saya tidak merasa mengundang kalian!!”
“Kami dari Partai Nasgor!”
“Hahhh?! Partai Nasgor?!” Para pengunjung berbisik-bisik heran sambil menahan senyum.
“Partai Nasgor?! Partai apa itu? Hahahahahaha” Selidik Walikota dengan mimik meremehkan..
“Kami protes Bapak menertawakan Partai kami!!” Pedagang Nasgor tua yang ikut dalam barisan Parmin mulai menunjukkan ketersinggungannya kepada Walikota yang dirasa melecehkan mereka.
“Ya!! Bapak tidak bisa seenaknya menertawakan partainya rakyat jelata!”
“Betul!! Bapak Walikota jangan arogan!”
“Ayo kawan-kawan!! Bila perlu kita jadikan panggung walikota ini sebagai panggung orasi mengajak partai-partai ini berhenti mendukung Walikota!” Parmin semakin semangat.
“OK OK… Baiklah.. Sekarang apa maksud dan tujuan dari kedatangan kalian?!”
“Kami ingin meminta hak kami!!”
“Ya, kami ingin meminta hak kami!!”
“Loh!? Apakah saya sebagai walikota telah mengambil hak kalian?”
“Kebijakan Bapak Walikota melarang kami pedagang nasgor berjualan ditaman dan tangan kejam Tramtib Satpol PP, bapak telah nerampss hak kami!!”
“Hak apa??!”
“Hak untuk berjualan!”
“Berjualan Dimana?”
“Berjualan disini!! Di Taman Kota ini”
Walikota terdiam! Ditatapnya Komandan Satpol PP yang juga turut hadir dalam acara tersebut. Sementara itu, sorotan kamera media masa semakin detil mengambil satu persatu momentum langka yang tidak pernah terjadi selama ini. Walikota yang dikenal otoriter itu tampak tidak berkutik menghadapi ratusan massa pedagang nasi goreng yang dipimpin Parmin!
“Bagaimana Bapak Walikota?! Apakah hak kami berjualan di taman ini masih akan bapak rampas?!” Mengetahui antusiasme media massa menyorot mereka, Parmin dan kawan-kawan semakin mempertontonkan protes dan perlawananya secara demonstratif. Sementara itu diatas podium sang Walikota masih tertegun. hatinya bergetar hebat, otaknya serasa mendidih, kalau saja saat itu tidak ada media massa yang menyiarkan secara langsung, mungkin ia sudah akan mengerahkan satpol PP untuk mengusir Parmnin dan kawan-kawan.
“Bapaimana Pak Walikota? Bapak jangan diam saja! Kami juga rakyat bapak yang perlu Bapak tanggapi!!”
“OK..OK..OK.. Kalian menang!! Mulai besok kalian boleh berjualan nasi goreng di taman kota ini..!!”
Prok.. Prokk… Prookkk.. Tiba-tiba orang-orang yang hadir memberikan tepuk tangannya yang meriah.. Wajah-wajah sumringah tampak pada ekspresi Parmin dan kawan-kawan. Mereka bersorak sorai, berjoget-joget kegirangan. Musik dangdut pengiring acara yang tadinya sempat berhenti, kini dilanjutkan kembali dengan mengalunkan tembang lawas Rhoma Irama, Perjuangan!
“Hidup Parmin! Hidup Parmin!! Hidup Nasgor!! Hidup Partai Nasgor!!!” Teriakan ini tidak lagi digemakan oleh para pedagang nasgor kawan-kawan Parmin, tetapi bahkan oleh para wartawan dan hadirin yang ada disitu. Inilah sejarah pertama di Kota itu, rakyat berani dan berhasil menuntut haknya dari seorang Walikota yang terkenal sangat otoriter dan gemar main kayu. Wartawan segera mengerumuni Parmin untuk mengambil gambar dan mewawancarainya.
“Tapi, ngomong-ngomong, sejak kapan partai nasgor itu berdiri bung Parmin? Dan apa visi misinya?” Wartawan dari televisi nasional terkemuka mulai mencecar Parmin dengan pertanyaan demi pertanyaan..
“Partai Nasgor dideklarasikan hari ini, visi misi kami mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan menghidupkan kembali budaya gotong royong, penegakan hukum kepada koruptor, dan menguatkan ekonomi kerakyatan!”
“Mas Parmin.. Mas Parmin.. Lalu, kenapa memilih nama Partai Nasi Goreng alias Nasgor? Bukankah lebih elegan dengan nama misalnya Partai Berdikari, Partai Demokrasi Rakyat Bersatu,… Bisa dijelaskan Mas?” Ditengah desak-desakan puluhan para kuli tinta, Wartawati cantik berkulit putih itu sangat antusias merebut momentum mewawancarai Parmin..
“Kami tidak akan mengubah nama Partai Kami, Partai Nasgor! Dan perlu diketahui, meskipun hampir seluruh pengurusnya adalah penjual nasi goreng, kami tidak membentuk Partai Nasi Goreng!”
“Lohh?? Lalu Partai Nasgor itu… Apam.. ????!” Wartawan-wartawan terus mengejar pertanyaan..
“Partai Nasgor adalah kependekan dari Partai Nasional Gotong Royong!! Arena perjuangan kami juga bukan dikursi Parlemen! Tetapi dijalanan! Seperti yang kami lakukan saat ini, membela hak wong cilik yang ditindas penguasa!”
“Hidup Parmin!! Hirup Partai Nasgor!! Hidup Partai Nasgor!!” Teriakan dan yel yel kembali digemakan oleh kawan-kawan Parmin. Gemanya terus bergetar mengalahkan musik dangdut yang saat itu sedang mendayu-dayu. Mengantarkan parmin menuju grobak-grobak nasi goreng mereka, untuk persiapan berjualan nanti malam..
TAMAT
Cerpen Dhimas Soesastro, 25/04/2012
dari Kompasiana.com oleh Dhimas Soesastro
Tahukah Kamu?
Ada lebih dari 300 bakteri pembentuk karang gigi